Baca Berita Sesuai Seleramu Di IDN App

Cerita Perjalanan Dari Pejalan yang Jarang Jalan Jalan

Apa sih yang mau dikisahkan dari orang yang hidupnya lebih banyak dihabiskan di rumah saja? Nggak peduli pandemi sudah berganti jadi status endemi, tetap saja lebih sering wara-wiri tempat tinggal sendiri.

Apa sih yang bisa dibagikan oleh seseorang yang nggak terlalu banyak mengenal dunia luar? Bahkan kuliner khas nan autentik di kota tempat tinggalnya saja belum tentu dia khatam keberadaannya.

a long long time ago waktu lagi traveling ke Pantai Batu Hiu - Pangandaran

Ka Acha juga pernah merasa seperti ini. Kadang menjebak, menggelayut di pikiran dan sukses bikin overthinking berkepanjangan. Walhasil, of course label travel di blog Taman Rahasia Cha ini jadi tertatih-tatih untuk tetap diisi. Tapi ... sudah terlanjur lama melabeli salah satu ruang di rumah virtual ini ya masa harus dibiarkan mangkrak tanpa mau dibenahi?

Hingga ... saya merasa harus bertanggungjawab. Apakah pada akhirnya terasa berat?

Masih Ada Stok Cerita Lama

Ah … sudah nggak up to date lagi nih waktu nyeritainnya. Kelamaan ditunda-tunda sampai lupa detail momennya.

“Its okay!”

Saya menyuarakannya berkali-kali dalam benak ketika sadar kalau stok cerita perjalanan saya beberapa tahun ke belakang nggak begitu banyak lagi. Boro-boro bisa menjelajah bebas seperti dulu. Punya kesempatan menginap semalam di bed and breakfast kawasan Lembang Bandung saja, jadi kebahagiaan tersendiri. Bisa pindah kerja ke hotel di Jakarta Utara saja, sungguh rejeki.

Kemudian … berhasil punya waktu untuk menuliskan kisahnya kembali saja, sungguh mewah buat saya. Momen yang saling tindih dengan kelindan tugas domestik harian dan pekerjaan lain yang lebih butuh diperhatikan.

Psssttt ... bahkan materi post tulisan ini saya buat di tengah suara hujan yang menderas dari stasiun commuterline. Bersama gelegar geluduk yang seolah saling menyeruduk di langit berkali-kali, Ka Acha tengah mengenang hujan yang serupa ketika sedang duduk di dalam kereta jawa. Momen yang pas untuk bercerita, bukan?

Alkisah, beberapa tahun lalu, saya punya kesempatan untuk menjelajahi Jogjakarta. Ya ... ke kota yang sampai dibuatkan lagu “istimewa” sama salah satu band lawas ternama.

Naik kereta api dengan waktu tempuh yang cukup lama, pernah membuat saya bertanya-tanya, "bagaimana nih sama urusan shalat kita selama safar?"

Mundur ke beberapa tahun sebelumnya, ketika Ka Acha masih usia belasan akhir dan melakukan aksi menjelajah ke luar kota bersama kedua sahabat saya -- Kawaii Angel, nama geng kami dulu. Saya dan Angel Nata juga Angel Hima berkunjung ke Jogja. Naik kereta malam. Ekonomi pula. Berdesakan. Melihat sendiri ada penumpang yang selonjoran di lantai dan kepalanya bersembunyi di bawah kursi kami, lalu terlelap. Ada pula seorang bapak usia sekitar tiga puluhan yang berdiri sepanjang malam, dari Jogja ke Jakarta, tanpa duduk walau sebentar.

Dulu ... mana pernah saya terpikir, "safar begini bagaimana shalatnya?” Di kereta padat penumpang. Bergerak atau lengah sedikit, barang bawaan bisa jadi berpindah tangan. Urusan ibadah, manalah kepikiran? Ckckck ... duniawi banget ya gaes ya.

Hingga di suatu perjalanan ke Jogja dengan travelmate yang berbeda, saya mendapat cerita. Kalau shalat itu suatu keharusan. Bagaimana pun caranya, diusahakan. Apalagi ketika sedang jadi pejalan.

Hhh ... kalau diingat kembali, saya menyesal pernah selalai dulu. Mungkin sekarang pun Ka Acha ini belum jadi anak yang lebih solehah. Tapi ... kalau nggak belajar dari momen-momen di perjalanan yang saya jalani, belum tentu jadi punya cerita dan kamu akhirnya bisa membacanya di sini, kan?

Rupanya, agar tetap bisa menjaga ibadah rutin selama perjalanan itu, ada triknya. Pertama, berwudhu di toilet kereta. Dilanjut dengan kembali ke kursi dan shalat sambil duduk.

Nah, Ka Acha punya momen shalat yang unik nih. Dulu, karena kerepotan kalau shalat sambil duduk di bangku penumpang yang sempit – kaki ketemu kaki dan duduk pun hadap-hadapan – akhirnya saya diajak shalat dekat gerbong restorasi. Beralas kardus. Cuma bisa berdiri berbaris karena beneran di sisi pinggir dekat jendela kereta. Super darurat pula karena berdiri pun perlu berusaha terus seimbang mengikuti pergerakan gerbongnya.

view yang saya pandangi selepas menjama' shalat di kereta jawa

Ah ya, saya jadi teringat pada isu yang katanya mau disediakan tempat shalat khusus di dalam kereta jarak jauh. Entah sudah benar-benar terwujud di masa sekarang atau belum. Kalau kamu punya informasinya, feel free curhatin di kolom komentar ya.

Tuh kan … padahal hanya sepotong cerita lama yang sudah berlalu bertahun-tahun, tapi ternyata si pengalaman jalan-jalan masih bisa saya bagikan untuk kamu.

Menggali Ingatan Dari Perjalanan yang Sebelumnya Pernah Dituliskan

Its like the same point sama yang Ka Acha bahas sebelumnya nggak sih? Ahahaha ….

In the name of, mirip tapi nggak sama. Bahasa kerennya sih, serupa tapi tetap ada bedanya.

Suatu perjalanan Ka Acha ke Lampung mengunjungi rumah tinggalnya gajah beberapa tahun lalu, sebenarnya punya cerita tersendiri. Bukan perjalanan saya sih, tapi dongeng si pengemudi mobil yang saya dan teman-teman sewa.

Mas Driver yang kala itu tahu kalau tujuan pertama kami sebelum ke tempat hidup gajah adalah ke Way Kanan, langsung berujar, "saya kalau ke sana nggak berani cabut kunci mobil, Mba, Mas. Begal sama rampoknya banyak." Tentu, mendengar itu, kening saya yang duduk di bangku tengah lekas mengerut.

"Iya Mba, Mas, kalau ke sana pun sebisa mungkin sudah sampai Bandar Lampung lagi sebelum hari gelap," kicaunya dengan raut serius.

Diberi tahu begitu, saya dan beberapa travelmate lekas utak-atik itinerary. Beruntung, kami tiba di Bandar Udara Radin Inten memang masih termasuk pagi hari. Jadi, segalanya bisa diatur ulang kembali.

Ujungnya, niat hati habis dari Way Kanan – menghadiri acara pernikahan salah seorang sahabat --, langsung ke penangkaran gajah buat sekalian icip icip rasanya melihat senja memerah di sana, batal seketika. Kami kompak menuruti si Mas Driver tadi.

Semula, sekembalinya dari provinsi yang ada di ujung bawah Pulau Sumatera ini, saya mengingatnya dengan samar saja. Ya sudah, saya anggap momen tersebut persis sepotong bagian dari perjalanan yang nggak apa-apa juga kalau nggak dikisahkan. Sepele.

Eh tahunya belakangan saya mendengar istilah “kampung begal” dan lekas menarik ingatan lama akan apa yang dituturkan si Mas Driver kami kala itu.

Jika di poin awal, saya – kamu juga ya – bisa mengisahkan kisah perjalanan lampau karena begitu lekat di ingatan. Di poin kedua kali ini, kisahnya terpantik sebab dipancing oleh momen yang sedang banyak diperbincangkan.

Sama personalnya. Beda pemantik kisahnya. Boleh kan, kalau disebut demikian?

Berbagi Impian Jalan-Jalan

Poin ketiga ini sebenarnya banyak muncul ketika saya menemukan sebuah lomba blog bertema traveling. Entah digelar oleh platform travel atau mungkin suatu penginapan.

Saya juga pernah menuliskannya kok. Bahkan saya sampai buat list kunjung jika kelak punya kesempatan untuk menyambangi Nikko - Jepang. Walau sampai hari ini, rupanya doa saya tersebut belum juga menghadirkan kesempatan untuk lekas terealisasikan.

Walau badan nggak ada di sana. Kaki belum sempat menjejak tanahnya. Mulut belum sempat mencicipi kulinernya. Wajah belum tahu sesegar apa air di penginapan dekat si destinasi impian. Apa salah, kalau tulisan soal keinginan jalan-jalan itu dimasukkan dalam label travel juga?

belum ke Jepang tapi rajin mampir ke festival jepang

Mana tahu, itinerary atau bucketlist saya – misalnya nih ya – malah dijalani oleh kamu … iya, kamu yang mampir ke blog dan menemukan tulisan saya. Seperti yang dijalani tokoh Khalil dalam sebuah novel karya Robin Wijaya. Sang kakak yang menyambangi semua tempat yang jadi keinginan adiknya setelah menemukan bucketlist jalan-jalan di buku harian sang adik.

Berbagi impian jalan-jalan. Mari bersepakat untuk menyebutnya demikian.

Cerita Jalan-Jalan Virtual

Apa lah enaknya jalan-jalan hanya dari memperhatikan layar gawai sementara sang pemandu berkeliling ke tempat yang begitu ingin bisa kamu sambangi secara langsung? Nggak berasa apa-apa. Ya nggak sih?

Ada masanya Ka Acha pun menganggapnya demikian. Hingga pandemi benar-benar melumpuhkan semua aktivitas keluar rumah dan menawan sederet keinginan yang sudah mulai direncanakan jauh-jauh hari.

Jalan-jalan virtual ditemani seorang guide, menjadi solusi. Paling nggak, ada sensasi bertambahnya pengetahuan akan suatu lokasi.

Saya pernah menjalaninya. Tepat pada perayaan hari kemerdekaan tanah air tercinta kita ini. Saya mengunjungi banyak sekali museum di Jakarta lewat virtual tour, padahal hanya dari rumah saja. Unik sih. Tapi asik juga untuk dituangkan dalam blogpost berlabel travel.

Nah, kalau kamu, bagaimana? Ketika kamu masih merasa harus terus mengasuh rumah mayamu yang sudah terlanjur punya “kamar” bertema jalan-jalan, sementara secara fisik kamu jadi terbatasi untuk sering-sering berkeliling? Jika ada ide lainnya, feel free curhatin ke Ka Acha ya.

By the way, see ya. Sudah waktunya saya kembali pulang sebab hujan telah mereda.

Komentar

  1. Aku juga jarang jalan2 sejak pandemi nih. Padahal dulu suka banget keluar rumah. Minimal kalo pagi jogging di lapangan baru aktivitas yg lain.

    Alhamdulillah yaa saat ini ada jalan2 virtual. Bisa ngobatin kangen jalan2. Tubuh di rjmah, pikiran di tempat lain.


    Oh ya kalau lagi di kereta atau moda transportasi lain bisa dijamak kan salatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang alhamdulillah. InsyaAllah diperjuangkan karena baru paham.

      Tapi memang sih kalau jalan jalan virtual tuh nggak bisa bikin puas secara utuh karena nggak benar-benar bisa datang ke sana.

      Hapus
  2. selama pandemi kemarin , 2 tahun nganggur dirumah dan emang ngga kemana mana kalaupun liburan emang yang tipis tipis aja staycation dihotel. Mulai tahun kemarin baru aktif lagi sih jalan jalan bahagia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama deh Bang Don. Aku pun baru mulai aktif mengunjungi banyak tempat wisata ya belakangan ini.Akhirnya tergoda buat menuliskan kembali juga tempat yang dulu sudah dikunjungi. Pengennya sih sekarang tiap minggu ada tulisan soal perjalanan. Demi mengembalikan nyawa di travel and lifestyle di Taman Rahasia Cha.

      Hapus
  3. Soal solat di kereta, saya pun banyak pengalaman uniknya. Tapi setelah itu saya kalkulasi waktu. Sekiranya perjalanan jauh saya jama saja. Kalau jarak dekat saya solat sebelum naik KA atau sesudah turun KA

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada masanya naik kereta dengan waktu tempuh panjang banget bikin momen berangkat jam pagi dan baru tiba sekitar lewat adzan isya, Teh. nah, kaalu sudah naik kereta model begini nih yang rasanya bisa bikin kita cari cara buat jalanin ibadah kita. Payahnya dulu ... memang karena kurang juga pengetahuannya ya ... aku belum banyak belajar caranya. Ternyata sekarang sadar, sebenarnya kalau mengikuti tuntunan tanpa tambahan harus ritual gini gitu dulu, Allah mudahkan kalau niatnya kuat. CMIIW.

      Hapus
  4. heuheeuuuu closingnya sungguh nendang sekali daku ini
    jadi keinget rumah maya yang awalnya dibuat dengan tujuan jalan-jalan
    namun akhirnya hanya jadi harapan
    Ada cerita perjalanan di masa lampau tapi belum dituliskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ganbatte, Mba Rohma. Mana tahu habis mampir di Taman Rahasia Cha, jadi kembali semangat mengisi label jalan jalan juga.

      Hapus
  5. Kalau ada label travelinv kan gak mesti harus bepergian juga kan Kak? Bisa juga ngasih tips bepergian atau hanya seputar info. Tapi aku sendiri prakteknya juga males sekarang ngisi label traveling 😶🤣🤣

    BalasHapus
  6. Ternyata au punya temeeen..
    Kak Achaa.. betapa banyak draft mangkrak yang uda gak bernyawa itu terbengkalai di box. Sedih banget sih iya.. Keknya kudu perlahan-lahan dihidupkan kembali semangat menulisnya.

    Kak Acha keren banget.
    Meskipun sibuk bekerja, tapi tetap menjaga waktu sholat dengan baik.
    MashaAllah~
    Makanya Allah selalu jaga kak Acha ketika bepergian travelling kemanapun.

    Barakallahu fiik~
    Semoga kakinya ringan melangkahkan kaki ke berbagai tempat di seluruh dunia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa barakallahu, Teh Lendy.

      Ahahaha ternyata aku pun ada temennya dong. Iya lho, banyak yang mangkrak, dan kalau mau ditayangin tuh harus kurasi sana sini dulu biar nggak terlalu apa adanya. Hihihi ....

      Hapus
  7. Wah kak Acha produktif banget
    Kalau nggak sering jalan, bisa lho nulis tips perjalanan atau mencoba travelling secara virtual

    BalasHapus
  8. Dulu waktu ngekos di perantauan rasanya ingin warna Wiri terus. Berkelana menjelajahi dunia kuliner, sekarang balik ke kampung halaman udah gak ada semangat seperti dulu, lenpbihnnyaman berasa di rumah hehehe

    BalasHapus
  9. Pandemi kemarin bisa ikut Virtual Tour to USA bareng Kak Idfi dan Bloggercrony. Asik juga sih, bisa ikut jalan bareng anak-anak ikut keseruan question answer bareng your leader.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kereeeennn. Walau badan nggak beneran ada di USA, tapi bisa dapat banyak pengetahuan tentang lokasi-lokasi yang ditunjukin sama tour leader-nya ya.

      Hapus
  10. Aku kalo safar jg perjalanan malam. Jd ga banyak nanggung sholatnya. Plg pas maghrib/isya yg bs dijama qoshor. Ntr pas shubuh aja syukurnya sampe tujuan. Jd bs sholat di stasiun. Kalo pake mobil pribadi ya bs sholat di rest area atau masjid terdekat sekalian istirahat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling enak emang kalau ambil safar jarak jauh tuh pas malam. Tapi deregdeg juga sih pas subuh malah belum sampai tujuan. Pernah soalnya aku begitu. Ujungnya ya kejar-kejaran juga buat shalat di kereta. Mana Subuh tuh nggak bisa dijama' pula. Emang enak sih kalau jalan jalan jauh tuh bawa kendaraan sendiri, jadi bisa atur waktu sesuai keinginan, termasuk berhenti dimana dulu.

      Hapus
  11. Hahahah aku juga jarang jalan-jalan tapi seneng banget kalo bisa produktif menulis tentang jalan-jalan. Seru aja gitu berbagi pengalaman ketika di jalan. Semangat terus kak Achaa

    BalasHapus
  12. Bisa nulis perjalanan yang lalu2 atau tips traveling. Bisa juga share pengalaman kayak ke tempat terdekat di kota kakak yang nggak banyak orang tahu

    BalasHapus
  13. Pengalaman unik saat travelling dan bertemu dengan orang baru di lingkungan baru, membuat kita menjadi belajar ya..
    Diingatkan mengenai sholat dan semoga kita semua bisa mendirikannya dimanapun berada tanpa melalaikannya.

    Have a happy journey, kka Acha..
    Biar makin melimpah tulisannya dan bisa menjadi pembelajaran buat pembaca blog kak Acha.

    BalasHapus
  14. Aku belum pernah naik kereta api. moga terealisasi semua kereta api ada ruang untuk shalatnya

    BalasHapus
  15. Sejak lama, saya meyakini selangkah keluar dari pintu rumah, adalah perjalanan alias jalan-jalan. Meski di kita biasa saja, rasanya selalu ada sisi serba baru yang bisa ditemui

    BalasHapus
  16. Buat saya, selangkah keluar dari rumah, sering saya jadikan momen jalan-jalan sekalian.
    Mana tau ada hal baru di sekeliling rumah, auto jadikan bahan tulisan dah.
    Bisa nyambi jadi pencatatan sejarah kampung yang super simpel. Hehehe...

    BalasHapus
  17. Gapapa kan yaaa jalan jalan virtual - malah berasa masuuuk gitu ke tempat tempat yang sebelumnya ga kepikiran didatangin!

    BalasHapus
  18. Aku ubek-ubek foto lawas nih baru-baru ini, demi buat update kamar maya travelling. Haha...Padahal fotonya tuh dah lamaaa banget, gpp deh yah. Info updatenya googling deh...

    BalasHapus
  19. Aku juga termasuk orang yang jarang jalan-jalan. Jadi disaat orang waktu pandemi stress ga bisa kemana-mana, aku enjoy aja di rumah hehe

    BalasHapus
  20. Saya pernah punya pengalaman sholat subuh di pesawat. Gegara saya naik pesawat paling pagi, belom subuh pesawat dah tinggal landas.
    Dan untuk kereta ke Jogja yang super padat itu, saya juga pernah kwkwkwkw...
    Bener-bener kaget itu.
    Saya naik kereta dari Bandung ke Jogja, kereta malam.
    Pas dah tengah malam, entah di stasiun mana itu, tetiba penumpang yang super banyak naik ke kereta yang saya tumpangi, gelar tiker di kaki saya...
    Ya Allah... Gak tau de gimana perasaan
    Ya lucu, ya kasian

    BalasHapus

Posting Komentar