pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Pernah ada di masa di mana jalan-jalan bukan mengejar nyaman atau cerita, melainkan bisa mendatangi berbagai lokasi dalam waktu singkat dan biaya semurah-murahnya. Walhasil, terwujudah sebuah perjalanan kebut dua hari wisata keliling Yogyakarta.
Sebenarnya, cerita perjalanan ini sudah berkali-kali Ka Acha
singgung dalam potongan cerita perjalanan di Taman Rahasia Cha. Tentang sebuah
perenungan akan makna menjadi traveler, dan akhirnya mengubah saya menjadi pejalan
yang jarang jalan-jalan.
Dulu itu … nggak tahu kesambet apa ya, waktu diajak short
trip ke Yogyakarta, saya ya ayok saja tanpa mencari tahu sebenarnya tujuannya
akan ke mana. Lagipula momen jalan-jalannya sama teman-teman semasa kuliahnya
si partner. Dijamin seru pastinya.
Lalu … destinasi wisata Yogyakarta mana saja sih yang sukses
saya sambangi bersama teman-teman seperjalanan ini?
Selepas sarapan Nasi Uduk Jakarta – demi apa kalau diingat
tuh, Ka Acha auto ngakak … kan kami dari Jakarta, sampai Jogja malah makannya
menu Jakarta juga – dengan motor sewaan, kami beriringan menuju ke arah putaran
kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Di sana, kami berjumpa dengan duo gadis yang jarak usianya
beda tipislah dengan kami yang juga belum lama lulus kuliah ini. Keduanya akan
menjadi pemandu kami pada hari itu.
Semacam konvoi, kami menuju arah Kaliurang. Destinasi
pertama tentu saja wisata edukasi. Maka Museum Ullen Sentalu yang harga tiket
masuknya termasuk lumayan itu, jadi plihan. Apalagi kan masuk ke dalam pun
selalu disediakan tour guide.
Sepanjang tour
keliling museum dengan paket terhemat, saya diajak mengenal tentang budaya
membatik khas Jawa. Berbagai motif kain batik, alat musik tradisional, sampai
berkenalan dengan sosok Gusti Nurul.
Beliau memiliki nama lengkap Gusti Raden Ayu Siti Noeroel
Kamaril Ngasarati Kusumawardhani. Seorang putri tunggal dari Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII dengan permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu
Timoer.
Menurut cerita, Gusti Nurul ini punya paras cantik dan ia
juga merupakan sosok gadis cerdas. Banyak tokoh yang terpikat padanya. Mulai
dari Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Gusti Pangeran Harjo
Djatikoesoemo, bahkan sang bapak proklamator Soekarno.
Sayang, mereka semua ditolak. Alasannya, Gusti Nurul enggan
dimadu. Ia berstatus istri yang dipoligami.
Kemudian Gusti Nurul pun menikah dengan seorang perwira yang
kala itu berpangkat letnan kolonel. Raden Mas Soerjo Soejarso, namanya.
Bukan hanya itu saja. Di penghujung sesi berkeliling museum
Ullen Sentalu, saya disuguhi segelas jamu kesukaan Gusti Nurul, katanya. Jamu
Beras Kencur yang rasanya enak, apalagi disajkan dingin setelah lelah diajak
berkeliling.
Sejak mengunjungi Ullen Sentalu di kala itu, pandangan Ka
Acha pada kain nusantara jadi berbeda. Saya yang sukanya pakai pakaian polosan,
jadi belajar sedikit banyak tentang kekayaan wastra nusantara. Bahkan, saya
pernah menulis rasa penasaran saya pada kain
lantung khas Sumatra di blog ini, bertahun kemudian selepas kunjungan ke
Ullen Sentalu.
Tak banyak foto yang saya bawa pulang. Ada aturan khusus
bagi pengunjung Ullen Sentalu untuk nggak mengambil gambar apapun di bagian
dalam museum.
Berjarak sekitar setengah lebih sedikit jam saja, konvoi
kami sudah sampai ke destinasi kedua selepas dari Museum Ullen Sentalu. Sebab
niat jalan-jalan kami banyak momen berfotonya, walhasil motor-motor kami
terparkir di area parkir wisata The Lost World Caste.
Kami sempatkan untuk mampir shalat dzuhur sebentar di sebuah
mushola yang kami temukan secara random di tengah perjalanan. Hari itu, letih
akibat duduk manis cukup lama dalam kereta kelas ekonomi Bengawan jurusan Pasar
Senen - Lempuyangan, masih tersisa.
Jadilah, tak semua rekan seperjalanan ikut masuk ke dalam.
Hanya beberapa dan tentu saja Ka Acha ikut serta. Sayang saja rasanya, sudah
jauh-jauh main ke Yogyakarta, kalau ujungnya hanya duduk santai sambil makan
gorengan di parkirannya doang.
Dengan harga tiket masuk yang sebenarnya nggak mahal-mahal
amat, durasi saya dan partner ada di dalam tentu cukup singkat. Berkeliling
sebentar. Lalu, jepret. Keliling sedikit lagi. Jepret lagi.
Ya, begitu saja terus. Sampai kami berdua menyadari kalau
waktu berkeliling kami sudah cukup lama di sini, sementara beberapa teman
lainnya tentu menunggu kami.
Hari jelang senja ketika akhirnya si partner memarkir motor
sewaan kami kawasan parkir dari Candi Plaosan. Sebenarnya, jarak dari The Lost
World Castle ke Candi Plaosan Lor ini nggak butuh waktu lama.
Plaosan Lor merupakan suatu candi peninggalan kerajaan
Mataram Kuno, dan lokasinya masuk dalam kecamatan Prambanan. Iya memang dekat
banget sama daerah wisata
Candi Prambanan.
Candi Plaosan merupakan sebuah candi Buddha. Candi yang
dibangun oleh Rakai Pikatan untuk permaisurinya, Pramudyawardani. Sebuah candi
yang memadukan unsur Hindu dan Buddha.
Sore itu, saat tiba, keadaan terbilang cukup sepi. Sayang
sekali, nggak ada tour guide yang bisa kami sewa jasanya. Akhirnya ya
berkeliling dan berfoto sana-sini saja. Padahal, bila ada pemandu kan,
kemungkinan akan ada banyak sekali cerita sejarah yang bisa saya bawa pulang.
Jelang langit makin nampak kemerahan, tentu karena lokasi
wisata ini juga akan segera tutup pada jam 5 sore, kami semua memutuskan untuk
sebentar saja jalan-jalan ke daerah Kotagede. Tapi payahnya sepanjang
berkeliling saya malah nggak mengeluarkan ponsel sama sekali. Akhirnya saat
menulis cerita ini, cukup sedih juga karena nggak punya dokumentasi.
Berhubung ada pengantin baru dalam rombongan kami,
perjalanan spesial dilanjutkan ke Kotagede. Tujuannya, tentu saja untuk membeli
cinderamata perak.
Sadar dua sejoli teman dekat si partner saya ini butuh
privasi, kami melipir ke tujuan masing-masing dengan tujuan beli oleh-oleh
tentunya. Sebab Ka Acha di kala itu nggak terlalu tertarik dengan cinderamata
perak, akhirnya masuklah ke sebuah toko random dan membeli jas hujan di sana.
Sepanjang di boncengan tadi, saya mendapati langit
Yogyakarta yang nampak digelayuti mendung. Sementara kami semua belum
mempersiapkan jas hujan satupun.
Benar saja, saat perjalanan dengan tujuan kawasan Malioboro,
hujan mengguyur deras. Beberapa kali saya dan si partner harus menepi,
menyelamatkan diri dari curahan air langit.
Sadar kami sudah berjarak cukup jauh dari rombongan, saya
dan si partner sepakat untuk kembali ke rumah sewa yang kami jadikan
penginapan. Masih ada perjalanan panjang esok hari, saya nggak mau ambil risiko
kalau kami berdua masuk angin. Besok tujuan kami bukan hanya ke Puncak Becici,
tapi juga ke Pantai Parang Kusumo.
Di pagi hari kedua, saya dan partner sepakat untuk nggak
makan menu Nasi Uduk Jakarta lagi. Kami berputar mengelilingi komplek
perumahan, hingga di suatu gang yang entah namanya apa dan menuju ke mana, kami
jumpa dengan warung Soto Lamongan. Kurang anomali apa coba, kami ini?
Benar-benar main ke Jogja tapi sarapannya menu Jawa Timur.
Selepas sarapan dan bersantai sebentar menunggu hari sedikit
siang, perjalanan konvoi kami dimulai kembali. Puncak Becici jadi tujuan, kali
ini.
Mengunjungi destinasi wisata Puncak Becici Jogja tentu
tujuannya adalah trekking tipis-tipis ala-ala. Lokasi yang pas sekali untuk
memuaskan hasrat kami untuk berpose dan membawa pulang foto yang bisa di-upload ke social media sebanyak-banyaknya.
Namanya juga main ke lokasi wisata alam di salah satu sudut
Yogyakarta kan ya. Mata serasa dimanjakan oleh hijau dan sejuknya pemandangan
dari ketinggian. Puas sekali rasanya bisa menghirup udara di kawasan Puncak
Becici dalam-dalam.
Hari itu, beruntung langit sedang cukup bersahabat. Nggak
ada hujan yang turun. Namun tanah di sekitaran masih cukup licin akibat hujan
di malam sebelumnya. Jadilah, saya berkali-kali harus memperhatikan langkah
sepanjang mengekori teman-teman.
Sudah puas main di kawasan wisata Puncak Becici bahkan
menyempatkan diri untuk makan mie instan ditemani segelas teh tawar hangat demi
isi energi lagi, kami kembali menuju lokasi wisata yang jaraknya memang
berdekatan. Hutan Pinus Mangunan yang kami sambangi kemudian.
Populer sebagai lokasi foto, tentu saya dan si partner nggak
melewatkan kesempatan dengan cukup banyak mengambil gambar. Sedikit sesal sih,
saat itu saya belum berhasil punya kamera yang proper.
Koleksi foto yang dipunya pun seluruhnya ter-capture dalam
memori ponsel lama yang masuk kategori hape jadul nih kalau sekarang. Tapi Ka
Acha cukup bersyukur. Paling nggak, main ke Hutan Pinus Mangunan jadi lokasi
favorit saya kala itu.
Di sini, kami semua menyempatkan diri untuk makan pagi
jelang siang alias sarapan sesi kedua. Kami duduk melingkar dalam sebuah warung
yang sekujur bangunannya terbuat dari bambu. Bersama sepoi angin jelang siang,
semangkuk mie instan spesial pakai telur, menjadi fokus kami masing-masing.
Lalu, ditutup oleh teh hangat.
Puas main di gunung, saatnya main ke pantai. Jika dihitung
waktu tempuhnya dengan kendaraan roda dua, hanya butuh waktu kurang lebih satu
jam saja. Pantai Parangkusumo adalah tujuan kami.
Bagian ini adalah perjalanan yang paling buat saya awas dan
waspada. Jalan yang dilalui cukup lengang tapi didominasi oleh kendaraan besar
macam bus antar kota antar provinsi. Saya cuma bisa memperbanyak istigfar,
sementara si partner terus tancap gas dan fokus pada jalan. Duo gadis yang jadi
pemandu kami berani ngebut sekali. Gawat kalau kami sampai ketinggalan
rombongan.
Pantai Parangkusumo dikenal dengan legenda Nyi Roro Kidul.
Menurut cerita, pantai inilah yang jadi pintu gerbang utama menuju Kerajaan
Selatan.
Saya tentu hanya main air tipis-tipis saja di sini.
Membiarkan kaki saya yang telanjang, berjumpa langsung dengan hempasan buih
bersama air laut selatan yang dibawa ombak. Itu pun nggak lama, sebab perut
mulai minta diisi makan berat.
Siang itu, kawasan Pantai Parangkusumo cukup sepi. Walhasil
kami semua berpencar dan berpose sesuka hati.
Jelang benar-benar tengah hari, perut yang mulai lapar lagi
membawa kami berpindah ke sebuah warung makan berjarak sekitar sepuluh menit
perjalanan. Lokasinya tak jauh dari Pasar Ikan Laut Depok.
Kunjungan ke Pasar Ikan Laut Depok ini bermula dari
kebijakan pemilik warung yang nggak menyediakan protein hewani khas pantai
segar di warungnya. Pengunjung yang datang diminta untuk membeli sendiri segala
rupa ikan yang ingin dinikmati di Pasar Ikan Laut Depok yang memang jaraknya
cukup dihampiri dengan berjalan kaki.
Ka Acha sudah pernah cerita belum ya, kalau saya di sini
mencicipi sup ikan hiu? Sajian kuliner yang nggak pernah saya duga sebelumnya.
Soalnya ya pahamnya, kalau ke Jogja pastilah cari
wedhang ronde di Alun-Alun Selatan saja. Entah kenapa di perjalanan kali
ini, menu makanannya aneh-aneh semua. Faktor teman seperjalanan nih kayaknya.
Hahaha ….
Bermula dari si partner yang menemukan anak ikan hiu yang
dijual di Pasar Ikan Depok ini. Akhirnya, ya dia beli dan dibawakan ke warung
makan yang bersedia mengolahkan semua belanjaan kami hari itu.
Waktu berlalu. Saya pun menyesal, kini. Dulu nggak paham
kalau walau namanya hewan laut itu halal dimakan, ya tapi kan hiu ini biota
laut yang terancam punah. Maka sebaiknya nggak ikut dikonsumsi kan ya. Tapi
memang masih saja ada nelayan yang menangkapnya.
Rasanya seperti apa? Waktu itu ya, lidah saya mendapati
rasanya yang biasa saja. Lebih yummy ikan tongkol malah. Cenderung tawar dengan
daging yang termasuk lembut sih.
Siang itu, di saung warung yang kami hampiri, kami
beristirahat lama sekali. Angin sepoi dari arah pantai, perahu nelayan yang
ditambat tak jauh dari lokasi kami berada, aroma amis segar khas laut, ah …
kenangan yang menyenangkan.
Hal-hal begini yang sekarang malah bikin saya kangen suasana
pantai. Aroma serupa yang kemudian saya hidu juga ketika mencari
sunrise di Pantai Timur Pangandaran.
Hari itu, kami menutup pertualangan kebut dua hari wisata
keliling yogyakarta dengan kunjungan ke kawasan pantai. Sepulang dari sana,
beberapa teman ada yang kembali memutuskan untuk menuju kawasan Malioboro demi
berbelanja oleh-oleh.
Ka Acha dan partner pun demikian. Namun kami lebih memilih
untuk melakukannya esok paginya, sebelum kami harus bersiap naik kereta dengan
tujuan Pasar Senen lagi di siang jelang sore hari.
Kini di usia Ka Acha yang sudah beranjak dari dua puluhan,
rasanya saya akan memilik destinasi wisata yang banyak tenangnya. Belum ada
rencana lagi untuk menyambangi destinasi wisata secara maraton, mengulangi
momen kebut dua hari wisata keliling Yogyakarta begini. Mungkin … lain kali, di
kota atau kabupaten yang berbeda.
Wah pas ke sana kunjungin tempat-tempat ini juga, seru semua tempatnya dan pengalaman serunya pas ke Castle WOrld itu kita kesasar sampai ke hutan-hutan yang ga jelas mana sudha sore pula
BalasHapusWuaaaa ... aku malah belum pernah nih ngerasain kesasar di dalam Castle of the World. Kukira tamannya segitu doang lho.
HapusWah..komplit nih wisatanya..dari gunung, laut, budaya dll.. Aku blm pernah ke ulen sentanu, semoga bisa ke sana juga kapan2
BalasHapusAamiin semoga bisa ke sana kapan-kapan ya.
HapusWahh biasanya kalo di Jogja sarapannya nasi gudeg ya, tapi kak Acha malah makan nasi uduk dan soto Lamongan. Berarti emang makin banyak pilihan warung di sana.
BalasHapusBeberapa kali ke Jogja dan belum puas eksplor kotanya. Penasaran ama museumnya, dan aku pernah lihat foto Gusti Nurul emang cantik bangeeet.
Ahahaha aku sama mentemenku nih yang memang rada ajaib. Bukannya nyariin menu yang Yogya banget, kalau lapar dan ada menu apa saja selama halal di depan mata, ya melipir masuk saja sudah. Wkwkwk.
HapusWah lumayan ngebut juga ya Itinerary jalan-jalan di Jogjakarta karena memang di Jogja banyak sekali destinasi wisata yang amat beragam mulai dari kuliner, Budaya, sejarah, alam dan banyak lagi. tapi yang benar-benar ciri khas memang candi dan juga museum-museum seperti Ulein sentalu ini yang keren banget
BalasHapusNgos-ngosan Bang Aip.
HapusSetelah ini pun aku belum kepikiran lagi buat jalan bareng sama teman-teman kalau jadwalnya sepadat ini. Kan sesi eksplor dan kepo-keponya jadi kurang gereget.
Wah kapan ya aku bisa ke jogja lagi biar bisa mengunjungi tempat-tempat ini
BalasHapusSemoga lekas jumpa sama waktu yang pas ya, Mba.
HapusTermasuk luar biasa looh wisata ke yogyakarta dalam dua hari dan bisa ke wisata pantai, hebat! :)
BalasHapusWisatanya bagus sih ini pantes ngebuty ngebut, kwkwk. Belum pernah sih ini ke museum museum ini.
BalasHapusNewsartstory
Bener-bener marathon nih. Dalam 2 hari bisa ke banyak destinasi. Kalau saya pribadi termasuk yang lebih suka datang ke 1-2 tempat aja dalam sehari. Tapi, saya jadi ingat dengan keluarga besar. Pada senang banget ke Jogja. Kalau sama keluarga besar pasti suka ke banyak tempat kayak gini dalam sehari :D
BalasHapusWah, dua hari di Yogyakarta? Pasti seru banget! Aku pernah coba itinerary yang sama dan rasanya kurang puas. Banyak banget tempat menarik yang belum sempat aku kunjungi. Mungkin kalau ditambah satu hari lagi, bisa lebih santai dan menikmati suasana Jogja. Tapi, kalau cuma dua hari, menurutku fokus aja ke beberapa tempat ikonik seperti Malioboro, Kraton, dan Candi Prambanan. Jangan lupa coba kuliner khasnya juga, ya!
BalasHapuspadahal saya pernah tinggal di jogja tidak semua tempat diatas saya tahu duh mesti balik lagi nih ke jogja, ternyata dua hari bisa berkunjung ke tempat sebanyak itu
BalasHapusMenyenangkan sekali punya energi muda dan menggunakannya untuk jelajah wisata seperti ini. Saya sangat merindukannya. Makanya mendorong anak yg sudah 20+ untuk banyak-banyak berwisata. Jogja belum dijelajahnya sehingga artikel ini bisa jadi rekomendasi. Btw, saya sangat ingin ke Ulen Sentanu (pakai banget pengennya).
BalasHapusKe Ullen Sentalu itu salah satu destinasi yang paling butuh effort banget di aku. Setiap mau kesana beberapa kali ke jogja, selalu aja ada yang bikin gagal. Mulai pertama kali ke Jogja itu ban mobil bocor sampai menggagalkan kita ke sana dan yang terakhir pas ke jogja tiga tahun lalu, mau ke sana dapat berita kurang menyenangkan yang buat kita sekeluarga harus buru-buru balik ke kota asal. Next wajib ke Ullen Sentalu.. :D
BalasHapusKdg kangen sih marathon tempat wisata begini. Tp mau ngelakuin lagi kok ya udah ga semangat mba. Usia kali 🤣. Aku udah di tahap utk menikmati pelan2 stiap tempat yg aku datangin. Malah kalo bisa berbaur dengan warlok.
BalasHapusBiasanya dulu ama suami marathon begini. Ama temen jarang. Kalo dengan temen aku prefer santai
Ikan hiu itu di Tapanuli Tengah, kampungku, udh kayak makanan biasa. Tapi kami lebih suka di gulai pedas. Dengan banyaaaak rempah2, kuahnya thick, pekat, pedas, gurih, beuuughhh manteepp.
Cuma memang aku tahu sih hewan ini langka. Jd memang sebaiknya ga dikonsumsi. Cuma agak susah krn bagi orang sibolga kuliner gulai hiu banyak disajikan kalo ada kluarga yg datang.. Termasuk mama dan adikku selalu masak ini tiap kali aku mudik 😄
Wah, seru banget tripnya, Cha! Dalam 2 hari bisa keliling banyak tempat kece di Jogja, jadi pengen ikut ngebut wisata bareng juga nih!
BalasHapusJadi kangen Yogya saya nih begitu baca artikelnya kak Acha. Saya pas ke yogya belum sempat wisata alam, dan semoga bisa ada kesempata liburan ke sana lagi. Pengen ke Puncak Becici merasakan trekking
BalasHapusEmang trip paling membekas tuh yang kayak gini, ya, kak. Kunjungan singkat, random dan dengan partner pilihan tentunya. Kalo kebanyakan rencana malah kurang gimana gitu.
BalasHapusJogja memang jadi tempat yg menarik buat jalan-jalan. Banyak destinasi, mulai dari budaya, alam, hingga kulinernya ya. Cerita yg menarik, jalan2 dlm waktu cuma 2 hari tapi bisa datang ke bnyak tempat
BalasHapusRasanya sering main ke Candi Prambanan di Yogyakarta ini tapi kok saya malah tidak tahu ada Candi Plaosan Lor
BalasHapusKe Yogyakarta lagi kapan kapan harus main ke Candi Plaosan Lor ini ah, biar gak penasaran
Jadi, selama ke Yogyakarta itu sama sekali tidak sarapan gudheg? Sengaja karena memang tak suka manisnya ataukah sebab kelupaan mau nyicip? 😁
BalasHapusSeru, Chaaaa. Aku juga dulu begitu. Setelah 3 hari terpontang-panting ke sana kemari (plus ke Solo), pas lagi nunggu KA untuk pulang ke Bandung, kesimpulanku: Perlu paling enggak sebulan deh buat menikmati Yogya. Kalau ada yang mensponsori mah aku mau.
BalasHapusMenarik ni bagi wisatawan yang ingin menjelajahi Yogyakarta dalam waktu singkat. Berbagai destinasi ikonik seperti Malioboro, Keraton, dan Candi Borobudur. Makasih sharingnya. Rekomendasi yang cocok bagi siapa saja yang ingin memaksimalkan waktu mereka dengan tetap menikmati keindahan kota.
BalasHapusSeru banget bisa banyak eksplor Yogyakarta, mulai dari istana, pantai, hutan dll. Ngebut bener yaa hehe. Emang kyknya Yogya gak puas kalau mefet, maunya lebih lamaan lagi.
BalasHapusHoohh ya kisah Gusti Nurul emang terkenal yaa. tapi beliau punya prinsip yang bagus dalam menentukan jodohnya.
Wah samaan mbak kalau ke alun2 selatan nyarinya wedhang ronde apalagi saat malam yaa :D
Sebagai orang Jogja, saya tertarik untuk mengunjungi puncak becici. Maklum, itu jadi satu satunya tempat di dalam list yang belum saya kunjungi. Seperti nya indah
BalasHapusSelalu ada cerita jika ke Jogja. Banyak tempat wisata sejarah dan wisata keluarga di sana. Semoga bisa ke Jogja lagi dengan keluarga.
BalasHapus