Belajar dari Si Penulis Raia Risjad di Novel The Architecture of Love

Sebuah karya tulisan yang dihasilkan itu, sesungguhnya membawa value dari penulisnya itu sendiri. And of course, Ka Acha percaya itu. Dalam fiksi sekali pun.

Ada suatu waktu ketika saya sedang stuck dan butuh teman untuk mengisahkan kalau saya mungkin saja tengah terserang writer block, namun tenggat waktu melarang saya untuk terlena. Maka saya lekas teringat pada novel The Architecture of Love karya Ika Natassa. Tokoh utama perempuannya, Raia Risjad, seorang penulis.

Momentum itu pula yang selanjutnya menyentil kalau di tahun 2018, ketika saya menamatkan The Architecture of Love untuk pertama kalinya, belum ada satu pun curhatan soal buku ini di blog Taman Rahasia Cha. Dulu ... bagi saya, novel ini manis, selayaknya kisah romansa. Namun di sesi baca kali kedua, baru saya dapati sisi istimewanya. 

novel the architecture of love karya Ika Natassa

Identitas Novel The Architecture of Love

Judul            : The Architecture of Love

Penulis        : Ika Natassa

Editor          : Rosi L. Simamora

Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan       : 2016

Tebal            : 304 halaman

ISBN             : 978-602-03-2926-0

Blurb Novel Ika Natassa The Architecure of Love

"People say that Paris is the city of love, but for Raia, New York deserve the little more. It's impossible not to fall in love with the city like it's almost impossible not to fall in love in the city."

New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita atau film. Di beberapa film Hollywood, mulai dari Nora Ephron's You've Got Mail hingga Martin Scorsese's Taxi Driver, New York bahkan bukan sekadar setting namun tampil sebagai "karakter" yang menghidupkan cerita.

Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.

Raia menjadikan setiap sudut New York "kantor"-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, dia mencari sepenggal cerita di tiap jengkalnya, pada orang-orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik-dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun, bahkan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita. 

Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarinya melihat kota ini dengan cara berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah ia duga.

Belajar Lepas dari Writer's Block Bersama Kisah Cinta Raia Risjad

Membaca nama lengkap Raia yaitu Raia Risjad, tentu saja langsung membawa Ka Acha terkoneksi kembali dengan karya Ika Natassa yang lainnya, yaitu Antologi Rasa. Di tahun-tahun segitu, saya sendiri menulis di blog nggak banyak mengulas buku-buku yang saya baca. Makanya filmnya yang saya kisahkan.

Raia Risjad rupanya sepupu dari salah satu tokoh cowok yang buat saya geregetan setengah hidup sepanjang membaca novel Antologi Rasa, Harris Risjad namanya. Dan ya ... Ka Acha lekas disadarkan keadaan kalau karier Ika Natassa sebagai penulis, moncer. Hampir semua novelnya dialih-wahanakan ke dalam rupa film. 

Oleh karena itulah, saya mendengarkan suara yang dibawa oleh tokoh Raia Risjad, seorang penulis, dalam novel The Architecture of Love ini, begitu hidup. Saya berusaha percaya kalau kebuntuan saya waktu itu, bisa diusaikan lewat mengekori kisah cinta antara Raia dan River, si Bapak Sungai, ketika dirinya berkeliling New York.

kutipan si penulis raia risjad di the architecture of love

Benar saja, menulis -- apalagi fiksi ya -- sungguh nggak sanggup saya jalani kalau ada banyak interupsi dan distraksi. Para "orang ketiga" yang mengacak-acak ide yang sudah ada, atau sesederhana gangguan yang membuat segalanya berhenti berjalan di dalam benak saya.

Pergumulan dari rasa terjebak yang disajikan oleh masa writer's block itu benarlah sungguh menyiksa. Bila Raia di The Architecture of Love ini mencipta deadline-nya sendiri, Ka Acha malah ditunggu oleh tenggat yang nggak bisa diganggu gugat.

Segala upaya sudah saya lakukan. Perbanyak tidur berniat ingin mengistirahatkan badan, namun kisah yang terajut di kepala malah memanggil-manggil membawa Ka Acha insomnia. Jalan ke luar rumah untuk ganti suasana? Tentu sudah juga, sayangnya pulangnya saya malah lelah dan ujungnya merutuki diri karena bukannya menghabiskan waktu untuk mengurusi naskah saja.

Yah ... Ka Acha tadinya nggak mau cerita. Tapi, kehidupan penulis memang sebegitunya sih ya. Ada saja dramanya dengan diri sendiri. Persis Raia Risjad di sini. Apakah kamu yang menjalani kehidupan sebagai author juga mencicipi hal serupa?

writer's block adalah keadaan seperti apa

Ide dan Inspirasi Bukan Ditunggu Tetapi Dicari

Ika Natassa dalam The Architecture of Love menghidupkan sosok penulis perempuan bernama Raia yang rupanya bisa diajak bicara oleh pembaca sekaligus penulis sejenis Ka Acha. Hanya soal mencipta karya sih. Kalau misal mau ada celetukan tentang betapa kacau dan gilanya dunia pembajakan buku di tanah air, saya akan lebih dulu mendengarkan Hinata Umi di novel ReproRetro

Namun, semoga saja, lewat The Architecture of Love, para calon pembaca budiman disadarkan betapa berat perjuangan dari seorang penulis untuk bisa melahirkan "anak"-nya. Anak dari buah pikirannya. Anak dari hasil perenungannya. Anak dari segala value yang kemudian membentuk si sosok penulisnya secara utuh melalui semua karya yang ia munculkan pada dunia.

Pikiran seorang penulis rupanya luar biasa ruwet. Terbentuk dari beragam tali-temali kemungkinan yang ia jalin menjadi beragam cerita. 

Di kala Ka Acha sedang ingin menangis karena kesulitan menuntaskan outline saya malam itu, ada kutipan dari novel The Architecture of Love yang memeluk. Sekalimat pendek yang mengingatkan kalau semuanya akan baik-baik saja. Saya -- dan kamu yang juga mampir ke mari -- hanya butuh keberanian untuk menuangkan semuanya, mengijinkan segalanya mengalir saja dulu, walau harus menciprat nggak beraturan. 

apa amunisi penulis menurut ika natassa di the architecture of love

Menulis itu menghabiskan banyak energi. Raia jelas menggambarkannya. Bukan ... Raia tegas menunjukkannya.

Sebuah karya fiksi yang bisa saja selaku pembaca tamatkan dalam sekali duduk, entah menghabiskan berapa panjang waktu bagi penulisnya. Bisa jadi, ia juga menulis dalam keadaan lapar. Atau adakalanya, karya itu lahir ketika penulisnya sedang memperjuangkan hidupnya seperti kisah pembuka dalam novel Life of Pi, kalau kamu sudah sempat baca. 

Bila Raia Risjad punya privilege karena dia anak tunggal, lalu karya-karyanya banyak diincar pembaca sepanjang delapan tahunnya berkarya, bagaimana dengan saya, dengan kamu, dengan kita yang tergerak jadi penulis juga? Padahal hampir setiap waktu, ide dan inspirasi itu kita cari-cari, kita gali dengan beribu macam cara. 

Ahhh ... seru ya jadi Raia Risjad. Bisa berkeliling New York hingga mengumpulkan begitu banyak kisah, sebab ditemani River Jusuf. Pun dikelilingi oleh teman-temannya yang lain. Ketika dia mau bergerak untuk mencari, ide dan inspirasi itu pada akhirnya menghampiri.

isi hati penulis lewat tokoh raia risjad di novel the architecture of love

Andai kelak Ika Natassa mendapati cerita pendek Ka Acha ini, saya ingin mengucap terima kasih atas The Architecture of Love yang sudah menemani saya melepaskan diri dari cengkeraman writer's block kemarin. Sehingga ada sebuah naskah fiksi panjang yang akhirnya saya hasilkan juga hingga tamat di salah satu platform menulis.

Terima kasih sudah menghidupkan Raia Risjad. And last ... bila nanti tinta penamu macet, mungkin kamu juga bisa mecicipi apa yang Ka Acha lakukan kemarin, menamatkan novel The Architecture of Love karya Ika Natassa dan banyak-banyaklah berbicara dengan sosok Raia Risjad dalam imajinasi kamu.


Komentar